6 Kesalahan Fatal dalam Influencer Marketing yang Wajib Kamu Hindari


sumber gambar : 42works

Influencer marketing boleh jadi terkesan simpel. Dibandingkan metode tradisional yang formal, beriklan lewat influencer cenderung bernuansa lebih kasual, longgar, tapi dampak yang dihasilkan tak main-main. Metode relatif baru ini terbukti dapat mendatangkan audiens dan conversion dalam jumlah besar.

Efektivitas influencer tak lepas dari sifat konsumen modern yang cenderung kebal terhadap iklan. Mereka lebih suka membaca testimoni daripada promosi. Apalagi bila testimoni itu datang dari figur publik yang mereka kagumi. Sosok influencer (disebut juga personality) yang “merakyat” dan apa adanya dianggap lebih terpercaya.

Tapi simpel bukan berarti mudah. Justru karena tidak formal, influencer marketing rawan terkena berbagai masalah fatal. Malah karena sangat efektif, hal buruk yang terjadi bisa dengan cepat viral dan menjadi bumerang bagi perusahaan. Pastikan kamu terhindar dari hal-hal berikut.

Influencer tidak sesuai dengan brand value
Bagian tersulit dari influencer marketing adalah menemukan pihak yang sesuai dengan brand perusahaanmu. Berbeda dari pemasaran formal, pemasaran lewat influencer artinya seluruh kepribadian orang tersebut akan dianggap sebagai “wajah” perusahaan. Ini masalah serius, bahkan bisa menjadi bahaya laten tanpa kita sadari.

Contoh kasus misalnya PewDiePie. Pada tahun 2017 lalu, kreator di YouTube nomor satu dunia itu sempat membuat video yang mengandung candaan ofensif terhadap kaum Yahudi. Meski sifatnya hanya lelucon, video tersebut mengundang masalah besar.

Salah satu sponsor yang mendukung PewDiePie adalah Disney. Sekarang bayangkan bila kamu berada dalam posisi Disney. Maukah kamu memiliki “wajah” perusahaan yang terkait dengan image pro-Nazi? Tentu tidak, bukan?

Seluruh kehidupan influencer adalah bagian dari iklan yang ia lakukan, dan dalam kehidupan itu bisa saja ada kesalahan.

Disney pun memutus kontrak dengan PewDiePie segera setelah video itu muncul. Diikuti dengan YouTube yang membatalkan rencana produksi film serial Scare PewDiePie, dan Google yang menarik kanal PewDiePie dari program Google Preferred.

Masalah seperti ini sangat sulit dicegah, karena bagaimana pun juga influencer hanya manusia. Berbeda dengan model iklan biasa yang cukup tampil sempurna di depan kamera. Seluruh kehidupan influencer adalah bagian dari iklan yang ia lakukan, dan dalam kehidupan itu bisa saja ada kesalahan.

Lebih parah lagi, kesalahan bisa terjadi kapan saja, baik di masa lalu ataupun masa depan. Karier figur publik ternama bisa rusak karena kelakuan jelek yang ia lakukan tiga puluh tahun lalu (ya, saya berbicara tentang Kevin Spacey). Di internet skandal sangat mudah menyebar, dan begitu menyebar tidak dapat ditarik lagi.

Ini masih ditambah dengan masalah relevansi. Kamu mungkin menemukan influencer yang sangat hebat, tapi ia tidak relevan dengan audiens bisnismu. Meminta seorang bintang sepak bola untuk merepresentasikan produk teknologi di pasar B2B, misalnya, jelas tidak sesuai.

Mencari influencer yang benar-benar bersih, serta sesuai dengan nilai-nilai dan brand perusahaan bisa makan waktu sangat lama. Tapi itu wajar saja, karena inilah unsur yang paling menentukan keberhasilan influencer marketing.

Membayar terlalu murah (atau terlalu mahal)
Dalam video berjudul How to Leverage Influencer Marketing to EXPLODE Your Business, pakar pemasaran Neil Patel membuat pernyataan yang menurut saya sedikit kontroversial. Pernyataan itu berbunyi sebagai berikut:

Idealnya, jangan membayar untuk influencer marketing. Cobalah menawarkan produk atau jasa sebagai imbalan.

Neil Patel, Founder of KISSmetrics
Kalau kamu seorang influencer, pernyataan seperti ini mungkin bisa menyinggung perasaanmu. Influencer marketing pada dasarnya adalah endorsement produk. Wajar dong, kalau kamu menerima bayaran? Itu benar, tapi pernyataan Neil Patel tidak salah juga.

Dengan meningkatnya popularitas influencer marketing, jumlah influencer di pasar juga semakin besar. Terkadang sulit untuk menentukan mana influencer bonafide dan mana yang kurang terpercaya. Karena itu, ada baiknya bentuk imbalan yang kita tawarkan tidak langsung berupa uang, tapi produk/jasa. Setidaknya di awal kerja sama.

Hal sebaliknya bisa terjadi bila kamu bekerja sama dengan influencer yang sudah punya nama besar. Influencer seperti ini biasanya memiliki kerja sama dengan agensi tertentu, dan agensi inilah yang akan menghubungimu.

Bekerja lewat agensi artinya ada perantara yang mengambil keuntungan. Jadi biaya pemasaran yang kamu keluarkan akan membengkak. Jauh lebih baik bila kamu bisa bekerja sama dengan si influencer langsung. Tapi bila memang harus lewat agensi, pertimbangkan dahulu apakah ROI-nya memuaskan.

Cold outreach
Cold outreach adalah cara melakukan kontak dengan orang lain (outreach) dengan menggunakan pesan kaku, copy-paste, dan tidak personal. Contohnya seperti email promosi yang kamu dapat dari situs-situs e-commerce setiap hari itu.

Cold outreach sudah lama menjadi “senjata” dalam bidang marketing dan sales. Tapi ketika ingin menawarkan kerja sama, cold outreach adalah cara yang sangat tidak efektif.

Seorang influencer populer bisa menerima ratusan email setiap harinya. Bila kamu hanya memberi email yang sifatnya copy-paste, apalagi lupa mengganti nama penerima, jangan kaget kalau tidak ada balasan datang.

Seperti sifat influencer marketing yang mengedepankan personalisasi, cara kamu mengontak influencer pun harus lebih personal. Gunakan bahasa santai, ramah, tapi profesional dan tidak bertele-tele. Singkat, manis, tapi to the point.

Ini berlaku juga bagi para influencer yang menawarkan endorsement pada perusahaan. Jangan hanya memberi pesan copy-paste. Tawarkan kelebihanmu pada mereka. Beri alasan mengapa kamu adalah influencer yang tepat. Mengirim pesan copy-paste adalah cara termudah untuk menunjukkan bahwa kamu tidak serius.

Konten terlalu dibuat-buat
Konten pemasaran buatan influencer tak ubahnya sebuah testimoni atau review pengguna. Kejujuran adalah daya tarik utamanya. Jadi ketika sebuah konten terkesan tidak jujur, maka si influencer akan kehilangan kredibilitas.

Konsumen di era internet sudah lebih pintar. Mereka tahu mana konten yang tulus dan mana konten yang dibuat-buat. Andai pun si influencer jelas menyatakan bahwa suatu konten itu bersponsor, kejujuran di dalamnya tetap merupakan kualitas yang harus dijaga.

Cara untuk menjaga agar influencer tetap kredibel adalah dengan memberi kebebasan berkreasi padanya. Seorang influencer pasti lebih tahu konten apa yang disukai audiensnya. Biarkan ia jadi diri sendiri, menyusun konten sesuai persona yang telah ia bangun, namun dengan brand milikmu sebagai landasan.

Cara untuk menjaga agar influencer tetap kredibel adalah dengan memberi kebebasan berkreasi padanya.

Contoh praktik yang baik bisa kamu lihat dari Maximillian Dood. Kreator di YouTube yang satu ini adalah influencer populer di dunia video game, terutama game fighting. Dalam seri video yang ia sebut “character breakdown”, ia akan mengulas tiap karakter dalam sebuah game satu per satu, mulai latar belakang, gaya permainan, hingga contoh-contoh combo.

Ketika perusahaan Square Enix hendak meluncurkan game fighting baru berjudul Dissidia Final Fantasy NT, mereka mensponsori Maximillian Dood untuk membuat video-video character breakdown dari game tersebut. Hasilnya adalah konten yang tidak hanya berkualitas, tapi juga relevan dan menghibur bagi pangsa pasar yang dituju oleh Square Enix.

Salah metrik dan ekspektasi
Jangan salah mengira bahwa semua influencer adalah sama. Kenyataannya, mereka terdiri dari berbagai macam persona, profesi, serta spesialisasi. Secara umum, influencer dapat dibagi menjadi empat macam, bisa kamu lihat dalam diagram di bawah.

Influencer Types | Diagram
sumber gambar : neil patel

Sesuaikan ekspektasimu dengan tipe influencer yang kamu gaet dan tujuanmu melakukan pemasaran. Bila kamu ingin brand lebih dikenal masyarakat luas, carilah buzz builder yang mampu menjangkau banyak audiens. Bila kamu ingin rekomendasi kredibel, kamu bisa mengontak selebritas atau kreator konten. Begitu seterusnya.

Kamu juga tidak boleh terjebak pada vanity metric. Angka page view, jumlah pengunjung, like/follower, unduhan aplikasi, semua ini adalah metrik-metrik yang kurang bermanfaat.

Memang, bila tujuanmu sekadar agar brand dikenal orang, jumlah like/follower bisa jadi ukuran. Tapi jangan berhenti sampai di situ.

Pakar media sosial Brian Honigman berkata bahwa kita seharusnya fokus pada apa yang disebut “actionable metric”. Sesuai namanya, ini adalah metrik yang bisa mendorongmu untuk melakukan suatu aksi. Metrik-metrik ini bisa menjawab pertanyaan, “Apa yang harus saya lakukan?”

Actionable metric bisa berbeda-beda, tergantung dari platform yang kamu gunakan serta tujuan pemasaranmu. Tapi beberapa di antaranya dapat kamu lihat dalam daftar berikut.

Actionable Metrics | Examples
sumber gambar : brian honingman

Human error
Terakhir, karena konten buatan influencer umumnya bersifat candid (spontan), jangan kaget bila kamu sering menemukan human error di dalamnya. Human error ini bisa bermacam-macam. Yang paling banyak ditemukan antara lain adalah salah ketik, salah copy-paste, salah post gambar, dan salah akun.

Ketika human error terjadi, respons yang terbaik adalah meminta maaf secara terbuka dan melakukan perbaikan.

Kesalahan-kesalahan seperti ini mungkin terkesan kecil. Maklum, namanya juga manusia, tempatnya salah dan lupa. Tapi kesalahan kecil bila terjadi berulang-ulang akan membuat tingkat kepercayaan audiens terhadap si influencer menurun.

Ketika human error terjadi, respons yang terbaik adalah meminta maaf secara terbuka dan melakukan perbaikan. Bila dilakukan dengan benar, permintaan maaf itu bahkan bisa membuat audiens semakin menghormati si influencer. Mereka jadi tahu bahwa ia adalah orang yang bertanggung jawab dan tak akan lari dari kesalahan.

Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa kunci sukses influencer marketing terletak pada satu hal: kepercayaan. Influencer harus bisa menjaga integritas dan kejujuran agar kredibilitasnya di mata audiens tetap tinggi. Begitu pula perusahaan harus percaya pada kreativitas influencer dan kemampuannya menarik perhatian audiens.

Kunci sukses influencer marketing terletak pada satu hal: kepercayaan.

Mencari influencer yang terpercaya tidak mudah. Kamu mungkin perlu menggali rekam jejak seseorang cukup dalam sebelum yakin bahwa ia memang sosok yang tepat untuk menjadi wajah perusahaan.

Sama seperti berinvestasi, influencer marketing butuh pertimbangan matang. Tapi jika dilakukan dengan benar, hasilnya akan sangat sepadan. Dan hal itu sudah banyak terbukti.

(Diedit oleh Iqbal Kurniawan; Sumber gambar: Razer)


Komentar